Senin, 13 Juni 2016

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM “SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW”

BAB I
PENDAHULUAN

Dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan pembawa cahaya iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan jin hingga akhir zaman. Sungguh begitu agung dan mulia, nama-namanya telah terukir indah di Syurga sana dan dihati-hati orang yang beriman, namanya terus dipuji-puji sebagai tanda kecintaan kepada insan pilihan, bahkan air mata terus mengalir di mata-mata para perindu sang Nabi mulia hingga akhir zaman. Yang mampu memberikan cahaya kedamaian bagi hati yang sedang kegelapan, beliau adalah “cahaya di atas cahaya”, nuurun ‘ala nuuri.
Tubuh Nabi Muhammad SAW berwarna putih kemerah-merahan, kullitnya bercahaya, mukanya indah menawan, dahi beliau luas, kepala beliau besar sempurna, hidung beliau mancung bagai alif bengkok sedikit dan bercahaya, pipinya halus dan sedang, bulu mata nya lebat, bola matanya besar dan indah, matanya luas dan bersangatan hitam bola matanya, mata beliau putih kemerah-merahan, gigi muka rapi tersusun indah, jika beliau tersenyum bercahaya-cahaya, rambut beliau lebat tidak terlalu keriting, dan lurus indah menawan yang panjangnya sampai telinga dan kadang sampai kebahu, jenggotnya lebat, perut dan belakang rata, bahu beliau besar, jari-jari beliau lemas dan lembut, dan bentuk tubuh beliau sedang tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah, tidak gemuk dan tidak pula kurus, tutur katanya halus dan santun, bila beliau berbicara bercahaya dan senyum manis menyertai raut wajahnya. Tatkala beliau berjalan tenang bagai orang yang sedang turun dari tempat tinggi dan pandangan beliau lebih banyak memandang kebawah, begitu tampan dan menawan walaupun dilihat dari jauh, dan apabila dilihat dari dekat tak ada kata yang dapat diucapkan, sebab begitu indahnya.
Beliau adalah bernama Muhammad SAW, seorang pilihan yang dilahirkan dengan penuh kemuliaan hingga akhir hayatnya, betapa agungnya beliau. Maka dari itu penulis akan mempersembahkan sebuah makalah yang berisikan sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PRA KERASULAN NABI MUHAMMAD SAW
A. PERKAWINAN ABDULLAH DAN AMINAH
Usia Abdul-Muttalib sudah hampir mencapai tujuh puluh tahun atau lebih tatkala Abraha mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahab bin Abd Manaf bin Zuhra, pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka pergilah anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya. Sebagian penulis sejarah berpendapat, bahwa ia pergi menemui Uhyab, paman Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia dibawah asuhan pamannya. Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abdul-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia.
Abdullah dan Aminah tinggal tiga hari dirumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilaksanakan dirumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah kerumah Abdul-Muttalib. Tak seberapa lama kemudian Abdullah pun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil.
Dalam perjalanan nya itu, Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Ia pergi ke Gaza dan kemudian kembali lagi. Kemudian ia singgah di rumah saudara-saudara Ibunya di Madinah sekedar beristirahat setelah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang ke Mekah dengan kafilah. Akan tetapi ia menderita sakit di tempat saudara Ibunya. Teman-temannya pun pulang terlebih dahulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan sakitnya itu kepada Ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.
Begitu berita sampai ke Abdul Muttalib, ia mengutus Harith anaknya yang sulung ke Madinah supaya membawa kembali Abdullah bila ia sembuh. Tetapi sesampainya di Madinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah di kuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abdul Muttalib, menimpa hati Aminah karena ia kehilangan suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya. Demikian juga Abdul Muttalib sangat sayang kepadanya sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang sedemikian rupa belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab dimasa itu.

B. KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW
Pada tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai yang menghubungkan Yaman di Selatan dan Syria di Utara, dengan adanya Ka’bah ditengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, hubal. Mekah terlihat makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Nabi Muhammad di lahirkan dari Bani Hasyim, pada hari senin tanggal 20 April 571 M atau bertepatan dengan 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah. Di sebut tahun Gajah karena pada saat itu pasukan Abrahah dengan menunggang Gajah menyerang kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Muhammad lahir dalam keadaan sudah berkhitan dan tali pusar sudah terputus.
Nabi Muhammad terlahir dari keluarga terhormat yang relative miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak dari Abdul Muttalib dan Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.
Ramalan tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menerangkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad telah diramalkan oleh setiap dan semua Nabi terdahulu, yang melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa mereka harus menerima atas kerasulan Nabi Muhammad SAW nanti.
Sejumlah penulis besar tentang sirah dan para pakar hadits telah banyak meriwayatkan peristiwa diluar kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad. Peristiwa diluar daya nalar manusia, yang dimulai adanya era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menimbulkan jatuh 14 balkonnya, surutnya Danau Sawa, padamnya api persembahan orang-orang Persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.
Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abdul-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abdul Muttalib.

C. MASA KANAK-KANAK
Aminah masih menunggu akan menyerahkan anaknya itu kepada salah seorang Keluarga Sa’d yang akan menyusukan anaknya, sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Adat demikian ini masih berlaku pada bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah dilahirkan anak itupun dikirimkan ke pedalaman dan baru kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh tahun. Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal dalam menyusukan ini di antaranya ialah kabilah Banu Sa’d. Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan.
Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu  jasa dari sang ayah. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat mereka harapkan.
Akan tetapi Halimah binti Abi-Dhua’ib yang pada mulanya menolak Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lain pun tidak menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd’l-‘Uzza suaminya: “Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu dan akan kubawa juga.” “Baiklah,” jawab suaminya. “Mudah-mudahan karena itu Tuhan akan memberi berkah kepada kita.”
Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi bersama sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya.
Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d  itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapaknya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.”
Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: “Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.” Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Muhammad tinggal pada Keluarga Sa’d sampai mencapai usia lima tahun. Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu.
Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar.
Dalam perjalanan itu dibawanya juga Ummu Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.
Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah bersiap-siap akan pulang. Ia dan rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa’, ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan pula di tempat itu. Anak itu oleh Ummu Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, Ia makin merasa kehilangan sudah ditakdirkan menjadi anak yatim piatu. Kini ia melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatimpiatu.
Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak meringankan juga sedikit, sekiranya Abdul-Muttalib masih dapat hidup lebih lama lagi. Tetapi orang tua itu juga meninggal, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.
Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya  itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abdul-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib.

D. MASA REMAJA NABI MUHAMMAD SAW
Diriwayatkan bahwa ketika berusia dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seorang pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui.
Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman otak, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?
Tampaknya Abu Talib tidak banyak membawa harta dari perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa. Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan ‘Ukaz, Majanna dan Dhu’l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu’allaqat. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganism yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.
Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pecan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar. Dan Perang Fijar itulah di antaranya yang telah menimbulkan dan ada sangkut-pautnya dengan peperangan di kalangan kabilah-kabilah Arab. Dinamakan al-fijar  ini karena ia terjadi dalam bulan-bulan suci, pada waktu kabilah-kabilah seharusnya tidak boleh berperang. Pada waktu itulah pekan-pekan dagang diadakan di ‘Ukaz, yang terletak antara Ta’if dengan Nakhla dan antara Majanna dengan Dhu’l-Majaz, tidak jauh dari ‘Arafat. Mereka di sana saling tukar menukar perdagangan, berlomba dan berdiskusi, sesudah itu kemudian berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka’bah.
Akan tetapi Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tidak lagi menghormati bulan suci itu dengan mengambil kesempatan membunuh ‘Urwa ar-Rahhal bin ‘Utba dari kabilah Hawazin. Kejadian ini disebabkan oleh karena Nu’man bin’l-Mundhir setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke ‘Ukaz membawa muskus, dan sebagai gantinya akan kembali dengan membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba Barradz tampil sendiri dan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga ‘Urwa lalu tampil pula sendiri dengan melintasi jalan Najd menuju Hijaz.
Adapun pilihan Nu’man terhadap ‘Urwa (Hawazin) ini telah menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian mengikuti dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Sesudah itu kemudian Barradz memberitahukan kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwa pihak Hawazin akan menuntut balas kepada Quraisy. Fihak Hawazin segera menyusul Quraisy sebelum masuknya bulan suci. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Pihak Quraisy mundur dan menggabungkan diri dengan pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin memberi peringatan bahwa tahun depan perang akan diadakan di ‘Ukaz. Perang demikian ini berlangsung antara kedua belah pihak selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain.
Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing.Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum-minuman keras serta berbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya.Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat, ingin mendengar,ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari anak-anak bangsawan menyebabkan ia lebih keras lagi ingin memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’).

E. PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD SAW
Suatu hari ia mendengar berita, bahwa Khadijah binti Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang kaya dan dihormati, ia bertambah kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum, sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu melamar hanya karena memandang hartanya.Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia memanggil kemenakannya  yang ketika itu sudah berumur duapuluh lima tahun. “Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad?” tanya Abu Talib. “Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor.”  “Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai.” Demikian jawab Khadijah.
Kembalilah sang paman kepada kemenakannya dengan menceritakan peristiwa itu. “Ini adalah rejeki yang dilimpahkan Tuhan kepadamu,” katanya. Setelah mendapat nasehat pamannya Muhammad pergi dengan Maisara budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui Wadi’l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib tatkala umurnya baru duabelas tahun. Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah. Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah. Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman rumahnya, ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisara pun datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya. Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia yang sudah berusia empat puluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya.
Kemudian dengan 20 ekor unta muda Muhammad melangsungkan pernikahannya dengan Khadijah. Perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin As’ad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Hal ini dengan sendirinya telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa ayahnya ada tapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa Khadijah telah memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapak yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak.
Adapun istri-istri Nabi Muhammad SAW berjumlah 11 orang, yaitu :
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Saudah binti Jam’ah
3. Aisyah binti Abu Bakar r.a
4. Hafshah binti Umar r.a
5. Hindun Ummu Salamah binti Abu Umayyah
6. Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan
7. Zainab binti Jashin
8. Zainab binti Khuzaimah
9. Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah
10. Juwairiyah binti Al-Haarits
11. Sofiyah binti Huyay
Dari 11 istri Nabi Muhammad SAW ini yang wafat saat Nabi masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan istri Nabi yang 9 orang masih hidup saat Nabi wafat. Istri Nabi tersebut disebut dengan sebutan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong penyebaran agama Islam dikalangan ibu.
Nabi Muhammad mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4 orang perempuan, yaitu :
1. Qasim
2. Abdullah
3. Zainab
4. Fatimah
5. Ummu Kalsum
6. Rukayyah
7. Ibrahim

2. KERASULAN NABI MUHAMMAD SAW
A. AWAL KERASULAN
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa itu bahwa golongan berpikir mereka selama beberapa waktu tiap tahun menjauhkan diri dari keramaian orang, berkhalwat dan mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa dan berdoa, mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan. Pengasingan untuk beribadat semacam ini mereka namakan tahannuf dan tahannuth. Di tempat ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya. Juga di tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam dirinya serta obat penawar hasrat hati yang ingin menyendiri, ingin mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin besar, ingin mencapai ma’rifat serta mengetahui rahasia alam semesta. Di puncak Gunung Hira, sejauh dua farsakh sebelah utara Mekah terletak sebuah gua yang baik sekali buat tempat menyendiri dan tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun ia pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan bekal sedikit yang dibawanya. Ia tekun dalam renungan dan ibadat, jauh dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran, dan hanya kebenaran semata. Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran. Di situ ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan segala prasangka yang pernah dikejar-kejar orang. Pada tanggal 17 Ramadhan ada keanehan didalam Gua hira waktu itu bertepatan dengan tanggal 6  Agustus 611 M. Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam gua itu, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: “Bacalah!” Dengan terkejut Muhammad menjawab: “Saya tak dapat membaca”. Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: “Bacalah!” Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: “Apa yang akan saya baca. Malaikat jibril kemudian membaca surah al-alaq ayat 1-5. Muhammad kemudian menirukan bacaan itu. Hatinya bergetar Malaikat pun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya. Sinar terang-benderang yang memancar di hadapannya dan kebenaran yang telah menunjukkan jalan kepadanya itu, ialah Yang Tunggal Maha Esa. Tetapi siapakah yang telah memberi peringatan tentang itu, dan bahwa Dia yang menicptakan manusia dan bahwa Dia Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan kepada manusia dengan pena, mengajarkan apa yang belum diketahuinya? Ia memasuki pegunungan itu masih dalam ketakutan, masih bertanya-tanya. Tiba-tiba ia mendengar ada suara memanggilnya. Dahsyat sekali terasa. Ia melihat ke permukaan langit. Tiba-tiba yang terlihat adalah malaikat dalam bentuk manusia. Dialah yang memanggilnya. Ia makin ketakutan sehingga tertegun ia di tempatnya. Ia memalingkan muka dari yang dilihatnya itu. Tetapi dia masih juga melihatnya di seluruh ufuk langit. Sebentar melangkah maju ia, sebentar mundur, tapi rupa malaikat yang sangat indah itu tidak juga lalu dari depannya. Seketika lamanya ia dalam keadaan demikian. Dalam saat itu Khadijah telah mengutus orang mencarinya ke dalam gua tapi tidak menjumpainya. Setelah rupa malaikat itu menghilang Muhammad pulang sudah berisi wahyu yang disampaikan kepadanya. Jantungnya berdenyut, hatinya berdebar-debar ketakutan. Dijumpainya Khadijah sambil ia berkata: “Selimuti aku!” Ia segera diselimuti. Tubuhnya menggigil seperti dalam demam. Setelah rasa ketakutan itu berangsur reda dipandangnya isterinya dengan pandangan mata ingin mendapat kekuatan. “Khadijah, kenapa aku?” katanya. Kemudian diceritakannya apa yang telah dilihatnya, dan dinyatakannya rasa kekuatirannya akan teperdaya oleh kata hatinya atau akan jadi seperti juru nujum saja. Khadijah kemudian membawa Muhammad untuk menemui saudara nya, Waraqah bin Naufal. Ia seorang pemeluk Nasrani yang taat dan mempelajari injil dalam bahasa ibrani. Khadijah kemudian menceritakan kejadian yg baru di alami suaminya. Setelah mendengar cerita khadijah Waraqah berkata, ”Demi Tuhan! Dia telah memilihmu menjadi nabi umat ini. An-Namus al-Akbar (Malaikat jibril) telah datang kepada mu, sebagaimana ia datang kepada Nabi Musa. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu. Mereka akan memusuhimu, melawanmu, dan membuangmu. Sungguh bila aku masih hidup sampai waktu itu aku akan membela mu. Meskipun khawatir, Muhammad menjadi tenang kembali setelah mendengar nasihat dari Waraqah. Khadijah jg merasa gembira mendengar suaminya diangkat menjadi nabi.

B. PERTENGAHAN KERASULAN
Sepulang dari rumah Waraqah bin Naufal, Nabi Muhammad SAW tidak lagi menerima wahyu sampai beberapa saat lamanya. Hal itu membuatnya khawatir, jangan-jangan turunnya wahyu akan terputus. Disaat gelisah dan takut itu terdengar suara malaikat jibril, “Wahai Muhammad! Engkau adalah benar-benar rasul allah”. Mendengar perkataan malaikat jibril tersebut, hati nabi Muhammad saw menjadi tenang kembali. Suatu ketika beliau sedang berjalan, pada saat itu terdengar suara dari langit, Nabi Muhammad mendekati suara itu hingga tiba-tiba ia terjerembab. Akibatnya Nabi Muhammad SAW merasakan tubuhnya sakit dan menggigil kedinginan. Nabi Muhammad SAW kemudian pulang kerumah dan menyuruh khadijah untuk menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itulah malaikat jibril datang menyampaikan wahyu yang kedua. Wahyu itu adalah surah al-muddasir ayat 1-7.                
Dengan turunnya wahyu tersebut, jelaslah bahwa Nabi Muhammad  SAW juga telah diangkat menjadi rasul allah. Rasul adalah orang yang menerima wahyu Allah untuk disampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW berkewajiban menyampaikan wahyu Allah SWT tersebut kepada seluruh umat manusia.
Setelah turunnya wahyu yang kedua tersebut, Nabi Muhammad saw mulai berdakwah. Namun, dakwah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan terbatas pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Hal itu dilakukan Nabi Muhammad saw agar masyarakat Mekah tidak kaget dan menolak. Mereka sudah terbiasa menyembah berhala. Apabila dakwah dilakukan secara terang-terangan, mereka tentu akan menolaknya. Orang yang pertama kali menerima dakwah Nabi Muhammad saw adalah Khadijah, istrinya sendiri dia adalah wanita yang pertama kali masuk islam.  Setelah itu, Ali bin Abi talib masuk islam ia merupakan sepupu Nabi saat itu berusia 10 tahun, dia adalah pemuda muslim yang pertama. Orang berikutnya yang masuk islam adalah Abu Bakar as-Sidiq yang merupakan sahabat Nabi Muhammad, Abu Bakar kemudian berhasil mengajak beberapa temannya masuk islam, mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Arqam bin Abil Arqam. Setelah itu menyusul Zaid bin Harisah, kemudian Ummu Aiman ia merupakan pembantu keluarga Nabi Muhammad. Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah masuk islam. Orang-orang itu disebut as-sabiqunal-awwalun, artinya orang-orang yang pertama kali memeluk agama islam.
Nabi Muhammad menjalankan dakwah secara diam-diam selama tiga tahun. Kemudian turun perintah untuk menjalankan dakwah secara terang-terangan.Perintah itu terdapat dalam surah al-Hijr ayat 94

Artinya:
“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (Qs.al-Hijr/15:94)
Pada awal tahun 613, setelah turunnya wahyu memerintahkan Muhammad untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mulai menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas. Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam.
Banyak  cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah, Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, tiap hari Nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret dia ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati dia mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus, para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah ke Habsyah (sekarang Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, yang beragama Nasrani memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekah.

C. AKHIR MASA KERASULAN
1. Peristiwa Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah
Masyarakat Arab dari berbagai suku setiap tahunnya datang ke Mekah untuk beziarah ke Baitullah atau Ka’bah, mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan dalam kunjungan tersebut. Rasulullah melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluskan ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan orang dari Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi para pemeluk Islam dan Rasulullah dari kekejaman penduduk Mekkah.
Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah. Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Allah SWT datang supaya beliau hijrah, beliau meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.
Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.
Menjelang subuh pemuda-pemuda Quraisy bersiap-siap membunuh beliau ketika keluar untuk menunaikan shalat subuh. Subuh pun tiba tetapi mereka tidak melihat beliau keluar dari rumahnya. Karena tidak sabar menunggu akhirnya mereka mendobrak masuk dan menggeledah rumah Muhammad, tetapi apa yang mereka dapati, yang ditemukan hanyalah Ali bin Abu Tolib. Mereka sangat marah dan merasa tertipu. Dengan geram mereka meninggalkan rumah nabi dan mencari keseluruh penjuru mekah. Mereka berkuda kesana kemari hingga tiba di gua tsur. Mereka yakin kalau nabi dan abu bakar bersembunyi. Bagi mereka tidak ada tempat lagi untuk bersembunyi mengingat sepanjang mata memandang hanyalah padang pasir. Memang benar dugaan mereka, nabi dan Abu Bakar berada didalam gua. Allah melindungi hambanya yang taat. Ketika para pengejar nabi akan memasuki gua Allah menunjukkan kekuasaannya, Di mulut gua itu dalam sesaat terdapat sarang laba-laba dan burung merpati yang sedang mengerami telurnya. Keadaan demikian itu menghilangkan kecurigaan orang-orang kafir terhadap persembunyian nabi dan Abu Bakar di dalam nya. 
Tiga hari tiga malam nabi saw dan Abu Bakar bersembunyi di dalam gua itu. Tidak ada yang tahu tempat mereka bersembunyi kecuali Asma’ binti Abu Bakar, Abdullah bin Abu Bakar, dan Amir bin Fuhairah. Asma’ adalah orang yang mengantarkan bekal makan setiap hari, Abdullah yang member tahu keadaan di sekitar gua, dan Amir berjasa menghilangkan jejak nabi dan Abu Bakar dengan cara menggembalakan kambing disekitar gua. Menyadari keadaan telah aman, Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan kea arah utara menyusuri pantai laut merah. Beliau berdua melewati jalan yang tidak pernah ditempuh orang dengan mengendarai unta bersama penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqit. Namun di tengah perjalanan, dari belakang muncul Suroqoh bin Malik yang sedang mengendarai kuda berlari kencang sambil menghunus pedang untuk membunuh nabi saw. Sesuatu telah terjadi dengan nyata, ketika Suroqoh telah dekat dengan nabi, kuda Suroqoh terperosok kedalam pasir. Suroqoh bangkir dan mencoba menggapai nabi untuk membunuhnya, dia terpental  lagi. Begitu dia lakukan lagi dan kejadian yang serupa menimpanya kembali. Dia kemudian berteriak minta tolong kepada nabi Muhammad saw. Segera nabi menolongnyadengan penuh ikhlas. Melihat keluhuran budi pekerti nabi Muhammad, Akhirnya Suroqoh dengan rela memeluk agama islam. 
Pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1 hijriah bertepatan dengan tanggal 28 juni 622M, Nabi Muhammad dan Abu Bakar sampai di Quba’. Beliau tinggal disana selama 4 hari. Selama 4 hari itu digunakan oleh nabi saw beserta sahabat dan penduduk Quba’ mendirikan masjid yang diberi nama Masjid Taqwa atau disebut Masjid Quba’. Inilah masjid yang pertama kali didirikan oleh nabi Muhammad saw. Setelah itu nabi Muhammad saw, Abu bakar, dan Ali meneruskan perjalanan menuju kota yastrib. Umat islam baik kaum muhajirin maupun Anshor telah merindukan nabi dan telah bersiap-siap untuk menyambut kedatangan rasul pilihan yang mulia itu. Pada hari jum’at tanggal 16 Rabiul awal tahun 1 hijriah (2 juli 622 M) rombongan nabi Muhammad saw tiba di yastrib. Beliau mendapat sambutan yang sangat akrab dan penuh kerinduan. Diantara sambutannya itu masyarakat yastrib menyayikan lagu pujian untuk Nabi saw.

2. Peristiwa Isra’ Mi’raj
Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang? “tidak tahu”, kata Rasululullah.“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah kata Jibril.Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullahmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS. Kemudian terjadilah peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad untuk disucikan dengan air Zamzam oleh Malaikat Jibril di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu. Sesampainya di Yerussalem, Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah Rasululullah memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasulululah bertanya : “Siapakah mereka ?”.“Saudaramu para Nabi dan Rasul”. Nabi Muhammad kemudian menjadi imam bagi nabi-nabi terdahulu ketika melaksanakan salat sunnah dua rakaat di Masjidl Aqsa. Jibril membawa dua gelas minumam berisi susu dan arak, Nabi memilih susu sebagai isyarat bahwa umat Islam tidak akan tersesat.                   Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasululullah melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.          “Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18). Di langit pertama Muhammad bertemu dengan Nabi Adam A.S, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya A.S, di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris A.S, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa A.S dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim A.S. Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril. Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milik Allah, segala Rahmat dan kebaikan“. Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“. Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Allah SWT berfirman : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“. “Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Nabi kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah berupa salat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad dan umatnya. Kemudian Rasulullah turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa A.S. Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa menanyakan apa yang dibawa Muhammad setelah menghadap Allah. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan salat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa lantas menyuruh Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Muhammad lantas kembali kehadirat Allah untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah shalat diturunkan menjadi 45 kali. Setelah itu Muhammad kembali dan bertemu lagi dengan Musa. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan shalat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam. Setelah perintah shalat diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa masih menyuruh Muhammad untuk meminta keringanan. Tapi Nabi Muhammad tidak berani lagi melakukannya karena malu pada Allah, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi akhirnya kembali dengan membawa perintah salat selama lima waktu yang kita kenal sebagai salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya. Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan izin Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak terlintas dihati manusia. Semua itu membuat Rasul kagum dan untuk mengejar surgalah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasululullah diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

3. Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Haji wada’ adalah haji terakhir yang dilakukan oleh rasulullah dalam hidupnya. Haji wada’ ditunaikan oleh nabi Muhammad pada tanggal 10 Dzulhijah tahun 10 H (632 M). Disebut haji wada’ atau perpisahan, karena merupakan haji perpisahan dan haji terakhir bersama Rasulullah. Haji ini merupakan pedoman bagi kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji sepanjang masa, karena nabi saw menunaikan ibadah haji ini dengan sangat sempurna. Ketika berada di padang Arofah beliau berkhutbah yang isinya antara lain: “Hai sekalian manusia ketahuilah olehmu bahwa tuhanmu satu, dan bapakmu itu satu. Kamu sekalian keturunan adam dan adam diciptakan dari tanah. Sesungguhnya yang termulia disisi Allah ialah orang-orang yang paling taqwa kepada-Nya”. Kemudian pada hari itu juga turun wahyu terakhir kepada nabi Muhammad saw.  “pada hari ini telah ku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah ku ucapkan nikmat-ku bagimu, dan aku telah rela islam sebagai agamamu” (Qs. Al maidah ayat 3). Surah al maidah ayat 3 tersebut merupakan wahyu terakhir yang diterima oleh Rasulullah saw. Dengan turunnya surah al maidah ayat 3 ini mengisyaratkan bahwa tugas nabi Muhammad saw untuk menyampaikan risalah nya telah selesai.
Sepulang dari haji wada’ Rasulullah saw menderita sakit, mula-mula dia berbaring dirumah maimunah, kemudian pindah kerumah aisyah. Pada suatu malam Rasulullah merasa badannya segar dan panas nya menurun, beliau segera datang kemasjid dan member nasihat kepada jamaah. Rasulullah telah menyampaikan risalah agama islam selama  22 tahun 2 bulan 22 hari dengan tiada mengenal lelah dan putus asa. Perjuangan nya penuh tantangan, penderitaan dan siksaan dari orang-orang kafir Quraisy mekah. Hinaan serta cecaran serta penghianatan dari orang-orang yahudi  di madinah telah beliau alami secara bertubi-tubi. Begitu pula perlakuan orang-orang munafik tidak bosan-bosan nya memusuhi nabi, selama beliau menyiarkan agama islam. Pada bulan safar tahun 11 Hijriah beliau mulai jatuh sakit, sakit yang beliau alami tidak menunjukkan ada tanda-tanda kesembuhan. Para sahabat berupaya membantu kesembuhan nabi tapi rupanya tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Rupanya Allah menentukan lain. Setelah selama 14 hari beliau menderita sakit, Allah memanggil hamba pilihannya itu agar datang menghadapnya. Peristiwa itu terjadi pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah bertepatan tanggal 8 juni 632 M.Rasulullah meninggal pada usia 63 tahun di madinah.Beliau berpulang ke rahmatullah dengan tenang diatas pangkuan isrinya Aisyah r.a.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal atau tahun gajah atau bertepatan pada tanggal 20 April 571 M. Nabi Muhammad saw diangkat sebagai rasul pada tanggal 17 Ramadhan  atau tanggal 6 Agustus 611 M. wahyu yang pertama turun adalah surah al-alaq ayat 1-5. Wahyu kedua yang diterima nabi Muhammad adalah surah al-mudasir ayat 1-7. Dengan turunnya wahyu kedua tersebut jelaslah bahwa nabi Muhammad juga telah diangkat menjadirasul allah, oleh Karena itu nabi Muhammad berkewajiban menyampaikan wahyu Allah kepada seluruh umat manusia. Nabi Muhammad memulai dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi dan terbatas kepada keluarga dan sahabat. Setelah menjalankan dakwah secara diam-diam selama tiga tahun, kemudian turun perintah untuk menjalankan dakwah secara terang-terangan. Perintah itu terdapat pada surah al-Hijr ayat 94. Perintah shalat lima waktu merupakan inti perjalanan isra’ mi’raj yang dilakukan nabi Muhammad saw. Dalam mejalankan dakwah nya nabi banyak mendapat rintangan, cemoohan, penghiantan. Wahyu terakhir yang beliau terima adalah surah al-maidah ayat 3. Disebut wahyu terakhir karena turun sebelum beliau wafat.

B. Pendapat Penulis
Nabi Muhammad merupakan sosok yang luar biasa, dalam menyampaikan wahyu Allah banyak sekali cobaan yang harus dihadapi. Beliau banyak sekali mendapat hinaan dan celaan dari kaum kafir Quraisy. Tapi nabi Muhammad tidak pernah putus asa dalam menyebarkan agama islam, bahkan nabi Muhammad semakin sabar dan bersemangat dalam berdakwah sampai akhir hayat nya.
Kita sebagai umat muslim harus bangga dan harus terus melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad hingga akhir zaman. Jangan sampai perjuangan Nabi Muhammad menjadi sia-sia diakhir zaman nanti karena ketidak peduliannya kita atas perjuangan beliau untuk membangkitkan, menyebarkan agama Islam di muka bumi ini.


DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hameed Siddiqui, The Life Muhammad, ( Delhi : Righway Publication, 2001 )
Barnaby Rogerson, Biografi Muhammad, ( Jogjakarta : Diglossia, 2007 )
Sugeng sugiharto, Bingkai sejarah kebudayaan islam 1, ( Solo : Tiga serangkai, 2008 )
Sugeng suguharto, Bingkai sejarah kebudayaan islam 2, ( Solo : Tiga serangkai, 2008 )
http://jofania.wordpress.com/2014/01/13/sejarah-kehidupan-nabi-muhammad-saw/

Selasa, 07 Juni 2016

MAKALAH AL-QUR’AN HADITS “PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR, ATSAR, SERTA HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KE-2”

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya umat Islam di dunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Jika umat kristen memiliki kitab Injil sebagai pedomannya, umat Hindu memiliki kitab Trimurti, dan umat Budha yang memiliki kitab Weda sebagai pegangan hidupnya maka umat islam memilki Kitab Al-Qur’an Al-Karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab Al-Qur’an ini adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama islam. Namun ada pembahasan yang terdapat dalam Al-qur’an yang masih bersifat global. Oleh karena itu Munculah Al-Hadits yang fungsinya menyempurnakan dan menjelaskan kitab-kitab terdahulu seperti kitab Taurat, Zabur, Injil dan termasuk juga Al-Qur’an.
Akan tetapi banyak orang tanpa terkecuali para ulama yang memperdebatkan antara Al-Hadits yang identik dengan As-Sunnah. Apakah kedua hal itu sama maksudnya? Tetapi hanya berbeda istilah dan cara orang menafsirkannya? Ataukah antara As-sunnah dan Al-Hadits, keduanya benar-benar memiliki maksud dan pengertian yang berbeda?
Oleh karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang apa itu yang dimaksud dengan Al-Hadist, Khabar, Atsar dan hal-hal yang berkaitan.
Namun pembahasan mengenai Al-Hadits pada makalah ini janganlah para pembaca menjadikan makalah ini sebagai acuan yang mutlak dan pasti akan kebenarannya ini. tentunya kami mempunyai kekurangan dalam menyajikan pembahasan ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hadits, sunnah, khabar, dan atsar ?
2. Apa saja persamaan dan perbedaan antara hadits, sunnah, khabar, dan atsar ?
3. Mengapa hadits dijadikan sebagai sumber hukum islam yang kedua ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar.
2. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara hadits, sunnah, khabar, dan atsar.
3. Mengerti dan memahami hadits sebagai sumber hukum islam yang kedua.


BAB II
PEMBAHASAN

A. HADITS
1. Pengertian Hadits
Hadits mempunyai beberapa sinonim / muradif menurut para pakar ilmu hadits, yaitu khabar, dan atsar. Masing – masing istilah ini nanti akan dibicarakan pada pembahasan berikut. Sekarang akan dibahas pengertian hadits, karena yang banyak disebut di tengah – tengah masyarakat islam adalah hadits. Sebelum berbicara pengertian hadits secara terminologi terlebih dahulu dibicarakan dari segi etimologi. Kata “ hadits ”  berasal dari asal kata :
حَدَ ثَ  يَحْدُثُ  حُدُوْ ثَا  وَحَدَاَ ثةَ                                            
Hadis dari asal kata di atas memiliki beberapa makna, di antaranya :
a. الْجِدَّة (al–jiddah = baru), dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu yang wujud setelah tidak ada, lawan dari kata al–qadim = terdahulu, misalnya : الْعا لمُ  حَدِ يْثُ /  حَاِدثُ  alam baru. Alam maksudnya segala sesuatu selain Allah, baru berarti diciptakan setelah tidak ada. Makna etimologi ini mempunyai konteks teologis, bahwa segala kalam selain kalam Allah bersifat hadits (baru), sedangkan kalam Allah bersifat qadim (terdahulu).
b. الطَّرِ يُّ (ath–thari = lunak, lembut dan baru ). Misalnya : الرَّ جُلُ  الْحَدَ ث Pemuda laki – laki. Ibnu faris mengatakan bahwa hadits dari kata ini karena berita atau kalam itu datang secara silih berganti bagaikan perkembangan usia yang silih berganti dari masa ke masa.
c. اْلخَبَرُ  وَالْكَلَامُ (al–khabar = berita, pembicaraan dan perkataan), oleh karena itu ungkapan pemberitaan hadits yang diungkapkan oleh para perawi yang menyampaikan periwayatan jika bersambung sanadnya selalu menggunakan ungkapan : حَدَّ ثَنَا = memberitakan kepada kami, atau sesamanya seperti mengkhabarkan kepada kami, dan menceritakan kepada kami. Hadits di sini diartikan sama dengan al–khabar dan an-naba’.
Dari segi terminologi, banyak para ahli hadits (muhadditsin) memberikan definisi yang berbeda redaksi tetapi maknanya sama.
Hadist mempunyai 3 komponen yakni :
a) Menurut istilah ahli ushul; pengertian hadis adalah :

كل ما صدرعن النبى ص م غيرالقران الكريم من قول اوفعل اوتقريرممايصلح ان يكون دليلا لحكم شرعى
Artinya : “Hadits yaitu segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara’”.
b) Menurut istilah fuqaha. Hadits adalah :

كل ماثبت عن النبى ص م ولم يكن من باب الفرض ولاالواجب
Artinya : “Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah–masalah fardhu atau wajib”
c) Menurut ulama’ Hadits mendefinisikannya sebagai berikut :

كل ما اثر عن النبى ص م من قول اوفعل اوتقريراوصفة خلقية او خلقية
Artinya : “Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat–sifat maupun hal yang berkaitan dengan Nabi.”
d) Menurut jumhur muhaditsin sebagaimana ditulis oleh Fatchur Rahman adalah sebagai berikut :
مااضيف للنبى ص م قولااوفعلااوتقريرااونحوها
Artinya : “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan sebagainya.”
Perbedaan pengertian antara ulama’ ushul dan ulama’ hadis di atas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan dan tujuan masing–masing. Ulama’ ushul membahas pribadi dan prilaku Nabi SAW sebagai peletak dasar hukum syara’ yang dijadikan landasan ijtihad oleh kaum mujtahid di zaman sesudah beliau. Sedangkan ulama’ Hadits membahas pribadi dan prilaku Nabi Saw sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang telah diberi gelar oleh Allah swt sebagai Uswah wa Qudwah (teladan dan tuntunan).
Jadi, Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmahnya

2. Bentuk-Bentuk Hadits
Berdasarkan pengertian istilah yang dikemukakan oleh ulama, secara lebih mendetail bentuk – bentuk (cara-cara) yang termasuk kedalam kategori hadits menurut Muhammad Abdul Rauf, seperti dikutip Syuhudi Ismail, ialah:
a. Sifat-siat Nabi SAW. yang dikemukakan sahabat;
b. Perbuatan dan akhlak Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat;
c. Sikap dan perbuatan para sahabat yang didiamkan/dibiarkan Nabi SAW. (disebut juga dengan taqrir an-nabiy);
d. Timbulnya beragam pendapat sahabat di hadapan Nabi SAW. lalu beliau mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu.
e. Sabda Nabi SAW. yang keluar dari lisan beliau sendiri;
f. Firman Allah selain al-Qur’an yang disampaikan oleh Nabi SAW. yang biasa disebut dengan hadis qudsy;
g. Surat-surat Nabi SAW. yang dikirimkan kepada para sahabat yang bertugas di daerah-daerah atau kepada pihak di luar Islam.
Sebagaimana dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa Hadits mencakup segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh karena itu, pada bahasan ini akan diuraikan tentang bentuk Hadits Qouli, Fi’li, Taqriri, Hammi, dan Ahwali.
a. Hadits Qouli
Yang dimaksud dengan Hadits Qouli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW. yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya. Di antara contoh Hadits Qouli ialah Hadits tentang do’a Rosul SAW. yang ditujukan kepada yang mendengar , menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi:

انضر الله امراسمع منا حد يثا فحفظه حتى يبلغه غيره فاءنه رب حامل فقه ليس بفقيه ورب حامل فقه الى من هو افقه منه ثلا ث حصال لايغل عليهن قلب مسلم ابدا اخلاص العمل لله ومنا صحة ولاةالآمرولزوم الجماحة فاءن دعوتهم تحيط من ورائهم (وراه احمد)

Artinya :“Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang berbicara mengenai fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya tidak akan timbul rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT., menasehati, taat dan patuh kepada pihak penguasa; dan setia terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya do’a mereka akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari belakang”. (HR. Ahmad)
Contoh lain Hadits tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, yang berbunyi:

لا صلاة لمن لم يقرا بفا تحــــة الكتــا ب (رواه مسلم)
Artinya : “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihah Al- Kitab”. (HR. Muslim)
b. Hadits Fi’li
Dimaksudkan dengan hadits Fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti Hadits tentang shalat dan haji. Contoh Hadits Fi’li tentang shalat adalah sabda Nabi SAW. yang berbunyi:
صلّوا كما رأيتمو ني أصلي (زواه البخا رى)

Artinya : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR. Bukhari)
Contoh lainnya, Hadits yang berbunyi:

كان النبيّ صلّى الله عليه و سلّم يصلّــــــــــي علـــــــى راحلته حيث ما تو جّهت به (رواه التر مذى)
Artinya : “Nabi SAW shalat diatas tunggangannya, ke mana saja tunggangannya itu menghadap”. (HR. Al=Tirmidzi)
c. Hadits Taqriri
Yang dimaksud dengan hadits taqriri adalah segala hadits yang berupa ketetapan Nabi SAW. terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Diantara contoh Hadits Taqriri, ialah sikap Rasul SAW. membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya, sesuai dengan penafsirannya masing-masing sahabat terhadap sabdanya, yang berbunyi:

لا يصلّينّ أحد العصر إلاّ في بني قر يظــــــــــة (رواه البخا رى)

Artinya : “Janganlah seorangpun shalat ‘Asar kecuali di Bani Quraizah”.
Sebagian sahabat memahami larangan tersebut berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat ‘Asar pada waktunya. Sedang segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraizah dan jangan santai dalam peperangan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.
d. Hadis Hammi
Yang dimaksud dengan hadis hammi adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:

حين صا م رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يـــــــــوم عا شو راء ؤأ مر بصيا مه, قا لوا يا ر سو ل الله إنّه يوم تعظّعه اليهود والنّصا رى فقال فاءذا كـــــا ن العــــــــام المقبل إن شاء الله صمنا اليــــــــوم النّا ســــع (رواه مسلم)
Artinya : ” Ketika Nabi SAW. berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW, bersabda: Tahun yang akan datang insya’ Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan “. (HR. Muslim)”
Nabi SAW, belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’I dan para pengikutnya, bahwa menjalankan hadis hammi ini disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.
e. Hadits Ahwali
Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah hadits yang berupa hal ihwal Nabi SAW. yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. Tentang keadaan fisik Nabi SAW. dalam beberapa hadits disebutkan, bahwa fisiknya tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Barra’ dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, sebagai berikut:

كا ن رسو الله صلّى الله عليه وسلّم أحسن النّاس وجها وأحسنه خلقا ليس بـــالطويل البـــــا ئن ولابالقصير (رواه البخارى)
Artinya : “Rasul SAW. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”. (HR. Bukhari)
Pada hadis lain disebutkan:

قال أنس رضي الله عنه ما مسست حر يـــــــرا ولا ديباجا ألين من كفّ النّبيّ صلّى الله عليه وســـــلّم ولا شممت ريحا قطّ أوعر فا قطّ أطيب من ريح أو حر ف النّبيّ صلّــــى الله عليه و ســـــــلّم (رواه البخا رى)

Artinya : “Berkata Anas bin Malik: Aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra berwarna (yang halus) sehalus telapak tangan Rasul SAW. juga belum pernah mencium wewangian seharum Rasul SAW. (HR. Bukhari).

3. Unsur-Unsur Hadits
a. Sanad
Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya. Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa : “Berita tentang jalan matan”. Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari sumbernya yang pertama”.  Sedangkan menurut Ahli Hadist: “Jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata-kata seperti, al-isnad, al-musnid dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.
Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal) dan mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila qa’ilih). Menurut At-thiby,“Kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli dengan pengertian yang sama”. Kata al-musnad mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan oleh seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat, perawi hadits, seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.
b. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah : “Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW. Yang disebutkan sanadnya”.
c. Rawi ( periwayat)
Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits (naqil al-hadits).
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan antara sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (Orang yang membukukan dan menghimpun hadits).
Dari berbagai pengertian tentang sanad, matan dan rawi dengan berbagai urgensi yang berbeda-beda yang menunjukan begitu indah perbedaan pemikiran yang menghiasi pengertian tentang sanad, matan dan rawi. Dengan ini kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits atau yang menyampaikan hadits pada matan. Matan adalah isi, materi atau lafadz hadits itu sendiri sedangkan rawi adalah orang yang menghimpun dan membukukan hadits.
d. Mukharrij              
Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. sedangkan menurut istilah mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya).
Di dalam suatu hadits biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama dari orang yang telah mengeluarkan hadits tersebut, semisal mukharrij terakhir yang termaksud dalam Shahih Bukhari atau dalam Sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim dan begitu seterusnya.
Seperti pada contoh hadits yang pertama, pada bagian paling akhir hadits tersebut disebutkan nama Al-Bukhari (رواه البخاري) yang menunjukkan bahwa beliaulah yang telah mengeluarkan hadits tersebut dan termaktub dalam kitabnya yaitu Shahih Al-Bukhari.

4. Macam-Macam Hadits
Macam-macam hadits dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi :
- Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad Saw.
- Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat Nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'.
- Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus).

b. Berdasarkan keutuhan rantai/ lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasinya hadits terbagi menjadi beberapa golongan yaitu :
- Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
- Hadits Mursal yaitu bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah Saw.
- Hadits Munqati' yaitu bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3.
- Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
- Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1.
c. Berdasarkan jumlah penutur.
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas :
- Hadits muttawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu.
- Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan muttawatir.
d. Berdasarkan tingkat keaslian hadits.
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi :
- Hadits shahih yakni hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, dan sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sebagai sumber hukum dalam beribadah (hujjah).
- Hadits hasan yakni bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya.
- Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal) dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
- Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

B. SUNNAH
1. Pengertian Sunnah
Di samping istilah hadis terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun terdapat beberapa perbedaan. Maka dari itu kami kemukakan pengertiannya agar lebih jelas.
Sunnah dalam kitab Ushul Al hadis adalah sebagai berikut :

مااثرعن النبى ص م من قول اوفعل اوتقرير اوصفة خلقية اوسيرة سواء كان قبل البعثة اوبعدها
Artinya : “Segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau sesudahnya”.
Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara hadis dan sunnah, yang sama–sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat kekhususan bahwa sunnah sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing, menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya.
Walaupun demikian terdapat perbedaan yang sebaiknya kita tidak berlebihan dalam menyikapinya. Sebab keduanya sama–sama bersumber pada Nabi Muhammad saw.
Kalangan ahli agama di dalam memberikan pengertian sunnah berbeda-beda, sebab para Ulama’ memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda pula serta dasar membicarakannya dari segi yang berlainan.
a. Ulama Hadits
Ulama Hadits memberikan pengertian Sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai physic dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah bi’stah atau di angkat sebagai nabi.
b. Ulama Ushul Fiqh
Ulama Ushul Fiqh memberikan pengertian sebagai berikut; “Segala yang di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan Hukum”.
c. Ulama Fiqh
Menurut Ulama Fiqh, sunnah ialah “perbuatan yang di lakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi suatu pekerjaan yang utama di kerjakan”. Atau dengan kata lain: sunnah ialah suatu amalan yang di beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di tinggalkan.

C. KHABAR
1. Pengertian Khabar
Khabar secara bahasa, artinya warta atau berita yang disampaikan dari seseorang  kepada orang lain Khabar menurut istilah ahli hadits adalah,
ما أضيف الي النبي صلي الله عليه وسلم أو غيره
Artinya : “Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW,atau dari yang selain Nabi SAW.”
Maksudnya bahwa khabar itu cakupannya lebih luas dibanding dengan hadits. Khabar mencakup segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. dan selain Nabi SAW, seperti perkataan sahabat dan tabi’in.
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan hadits, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’. Mauquf, dan maqthu’, mencakup segala yang datang dari Nabi SAW., sahabat dan tabi’in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut hadits. Ada juga yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas daripada khabar, sehingga tiap hadits dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadits.
Contoh hadits yang berbunyi :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَآءِ
Artinya : “Islam itu mulanya asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing”.

D. ATSAR
1. Pengertian Atsar
Atsar menurut lughat/etimologi ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya. dan berarti nukilan (yang dinukilkan).
Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan sahabat.
Menurut istilah Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar juga hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Dari pengertian menurut istilah ini, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.
Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan khabar untuk yang marfu. (yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam .
Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berkait misal dikatakan atsar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan menurut istilah:
ماروي عن الصحابة ويحوزاطلاقه على كلام النبى ايضا
Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”.
Contoh Atsar :
Perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullaahu tentang hukum shalat di belakang ahlul bid’ah:
وَقَالَ الْحَسَنُ: صَلِّ وَعَلَيْهِ بِدَعَتُهُ
Artinya : “Shalatlah (di belakangnya), dan tanggungan dia bid’ah yang dia kerjakan.”
Contoh doa nabi SAW yang diriwayatkan oleh Annas, r.a :
وعن انس رضي الله عنه قال : كان اكثر دعاء النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم اللّهمّ آتنا فى الدّنيا حسنة و فى الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار (متفق عليه )

Artinya : “Dari Anas r.a, ia berkata : doa nabi SAW yang paling banyak (dibaca) adalah “wahai Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (HR. Bukhari Muslim).

E. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HADITS, KHABAR, DAN ATSAR
Para ulama membedakan antara hadits, khabar dan atsar sebagai berikut:
1. Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
2. Hadits dan khabar : sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
3. Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in.
Di kalangan jumhur ulama umumnya berpendapat bahwa hadis, khabar, dan atsar tidak ada perbedaannya atau sama saja pengertiannya, yaitu segala sesuatu yang dinukilkan dari Rasululloh SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan, baik semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu saja, maupun lebih sering dan banyak diikuti oleh para sahabat.
Lanjutnya ada pula yang berpendapat bahwa khabar cakupannya lebih umum daripada hadis. khabar mencangkup segala berita yang berasal dari Nabi, sahabat, maupun tabi’in. Sedangkan hadis, cakupannya hanya sesuatu yang berasal dari Nabi saja. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa atsar cakupannya lebih luas daripada khabar. Atsar meliputi segala yang datang dari Nabi dan selainnya, sedangkan khabar cakupannya hanya sesuatu yang datang dari Nabi saja.

RANGKUMAN PERBEDAAN
HADITS DAN SINONIMNYA
Hadis dan Sinonimnya Sandaran Aspek dan Spesifikasi Sifatnya
Hadis Nabi Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
Persetujuan (taqriri) Lebih khusus dan sekalipun dilakukan sekali
Sunnah Nabi dan Sahabat Perbuatn (fi’li) Menjadi tradisi
Khabar Nabi dan selainnya Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li) Lebih umum
Atsar Sahabat dan tabi’in Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li) Umum

F. HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KEDUA
1. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
Hadits adalah salah satu unsur terpenting dalam Islam. Ia menempati martabat kedua setelah Al Qur'an dari sumber-sumber hukum Islam. Dalam artian, jika suatu masalah atau kasus terjadi di masyarakat, tidak ditemukan dasar hukumnya dalam Al Qur'an, maka hakim atau mujtahid harus kembali kepada Hadits Nabi SAW. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt: Artinya : “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Hasyr/59:7). Selain itu, firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an yang Artinya: “Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisa’/4:80)
Landasan utama bagi otoritas kehujjahan hadis adalah Al Quran sendiri. Artinya, Al Quranlah yang memerintahkan agar seorang muslim senantiasa taat kepada Rasûlullâh Saw, mengikuti perintah dan menjauhi larangannya. Perintah dan larangan Rasûlullâh Saw tersebut tidak dapat diketahui melainkan melalui hadis-hadis yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, taat kepada Rasûlullâh Saw tak lain artinya ialah senantiasa berpegang dan mengamalkan hadis-hadisnya.
Banyak  ayat Al Qur'an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa bahwa hadits itu merupakan argumen (hujjah) selain Al Qur'an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Di dalam Al-Quran dijelaskan umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantara ayatnya adalah sebagai berikut :
a. Setiap Mu’min harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal: 20, Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur: 54, al-Maidah: 92).
b. Patuh kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah. (An-Nisa: 80, Ali ‘Imran: 31).
c. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
d. Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an, juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali kepada As-sunnah dalam menghadapi permasalahannya.
Asy-Syafi’i berkata;
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله ص م فقولوا بسنة رسول الله ص م ودعوا ما قلت
Artinya : “apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi Saw. Dan apa yang dikategorikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam Asy-Syafi’i ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.  Tetapi Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.Untuk mengetahui  sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli.
Kaum muslimin sepakat bahwa as-sunnah menjadi dasar hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan dalil yang memberi petunjuk tentang kedudukan dan fungsi as-sunnah, baik yang nash, ijma’, ataupun pertimbangan akal yang sehat. Dasar kehujjahan As-Sunnah sebagai sumber hukum islam adalah Al-Qur’an, hadits, Ijma, dan Dalil Aqli.
a. Dalil Al-Qur’an.
Banyak ayat al-qur’an yang berkenaan dengan masalah ini, salah satunya yaitu:
وما اتكم الرسولفخذ و ه و ما نهكم عنه فا نتهوا واتقوا الله إن الله شديد العقاب
الحشر:٧
Artinya : “apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr (59) : 7)
ومن يطع الرسول فقد اطاعالله
النساء : ٨٠
Artinya : “ barang siapa yang mentaati Rasul itu sesungguhnya dia telah mentaati Allah”. (Q.S. An-Nisa’:80).
Dari gambaran ayat-ayat seperti ini, maka menunjukkan betapa urgennya kedudukan penetapan kewajiban taat kepada semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa kewajiban taat kepada Rasul Muhammad dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat islam.
b. Dalil Al-Hadits.
Rasul bersabda :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ماتمسكتمبهما كتب الله وسنة نبيه
Artinya : “aku tinggalkan 2 pusakan untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Malik)
c. Kesepakatan ulama’ (Ijma’).
Seluruh umat islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum Syariat islam yang wajib diikuti dan diamalkan, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Penerimaan mereka terhadap hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum syariat islam.
Adapun peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum islam pada masa sahabat, antara lain :
1) Pada saat abu bakar ra dibaiat menjadi khalifah, ia dengan tegas berkata “ saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut menjadi orang, bila meninggalkan perintahnya”.
2) Pada saat Umar bin Khattab ada didepan hajar aswad ia berkata :’saya tahu bahwa engkau adalah sebuah batu. Seandainya saya sendiri tidak melihat Rasulullah menciummu, maka saya tidak akan menciummu.
3) Sahabat Rasulullah SAW baik pada waktu beliau masih hidup maupun sesudah wafat, telah bersepakat wajib mengikuti sunnaah Nabi, tanpa membedakan antara wahyu yang diturunkan dalam Al-Qur’an dengan ketentuan yang berasal dari Rasulullah SAW.
d. Sesuai dengan petunjuk akal atau dalil Aqli.
Dalil aqli sebagian besar ayat Al-Qur’an mengandung hukum yang masih global dan memerlukan penjelasan secara rinci. Tanpa penjelasan dan keterangan kewajiban-kewajiban itu serta bagaimana cara melaksanakanya belum dapat diamalkan. Oleh karena itu penjelasan dan keterangan diperlukan dan penjelasan serta keterangan itu adalah As-sunnah baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetapan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul telah diakui dan dibenarkan oleh seluruh umat islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada dalil yang menghapuskannya. Disamping itu, secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
Dengan uraian diatas, bisa diketahui bahwa Hadits merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran islam dan menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum dhanny, kecuali hadits yang mutawattir.
ومن يطع الرسول فقد اطاعالله
النساء : ٨٠
Artinya : “barang siapa taat pada rasul , maka sesungguhnya ia telah taat kepada allah.”(Q.S. AN- NISA :80)
Perhatiakan pula firman Allah SWT :
فان تنازعتم في شي ء فرد و ه الى الله والرسول
النساء : ٥٩
Artinya : “kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah kepada allah dan rasul-nya.”(Q.S An-NISA:59)
Berdasarkan ayat-ayat diatas , kedudukan as-sunnah menurut imam syafi’i dapat dilihat dari tiga hal berikut :
1) Menetapkan dan menguatkan hukum yang telah ada dalam al-qur’an.
2) Memperjelas hukum yang ada dalam al-qur’an secara mujmal, membatasi hukum al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan hukum yang bersifat umum.
3) Membuat atau menciptakan dan melengkapi hukum yang tidak ada dalam al-qur’an.

2. Fungsi / Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an
Fungsi Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 4 macam, yaitu:
a. Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda namun ditinjau dari substansinya mempunyai makna yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh hadits yang di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi :
فإذا رأيتم الهلال فصوموا و إذا رأيتموه فأفطروا ( رواه مسلم )
Artinya : “Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah. (HR. Muslim)
Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi :
 فَمَن شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه
Artinya : “Maka barangsiapa yang mempersaksikan  pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...”
Karena ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-quran.
b. Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-Quran. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43
واقيموا الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
Artinya : “dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau dijelaskan bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang baik dan benar. Hingga beliau bersabda :
صلوا كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
Artinya : “Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat”. (HR.Bukhori.)
Sedangkan contoh hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak adalah seperti sabda rasullullah :
 أتي رسول الله صلى الله عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف
Artinya : “Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadits ini men-taqyid  QS.Almaidah : 58 yang berbunyi :

والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالامن الله و الله عزيز حكيم
Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana.”
Dalam ayat diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa jadi dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan.  Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti yaitu memotong tangan pencuri sampai pergelangan tangan.
Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk mentakhshish keumuman ayat-ayat al-Quran, adalah :

 قال النبي صلى الله عليه و سلم لا يرث المسلم الكافر و لا الكافر المسلم ( رواه البخارى )
Artinya : “Nabi SAW bersabda : “tidaklah seorang muslim mewarisi dari orang kafir , begitu juga kafir tidak mewarisi dari orang muslim.”
Hadits tersebut mentakhshish keumuman ayat :
يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين ( النساء : 11 )
Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian anak perempuan.” (QS. An- Nisa : 11.

c. Bayan At-Tasyri’
 Bayan at-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran, atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Seperti contoh berikut:
أن الرسول الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين  (رواه المسلم )
Artinya : “Bahwasahnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim.” (HR. Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru.
d. Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan), oleh para ahli Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian”.
Dalam menasakh al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat di antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau Sunah Masyhur, bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada Sunah. Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau sepadan.
Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
لا وصية لوارث
Artinya ; “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Hadist ini menaskh firman Allah :
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين بالمعروف حقا على المتقين (البقرة : 180)
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa).” (QS. Al-Baqoroh : 180).

3. Hadits Dalam Menentukan Hukum
Dalam pembicaraan hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an telah disinggung tentang bayan tasyri’, yaitu hadits adakalanya menentukan suatu peraturan/hukum atas suatu persoalan yang tidak disinggung sama sekali oleh Al-Qur’an. Walaupun demikian para Ulama telah berselisih paham terhadap hal ini. Kelompok yang menyetujui mendasarkan pendapatnya pada ‘ishmah (keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam bidang syariat) apalagi sekian banyak ayat yang menunjukkan adanya wewenang kemandirian Nabi saw. untuk ditaati. Kelompok yang menolaknya berpendapat bahwa sumber hukum hanya Allah, Inn al-hukm illa lillah, sehingga Rasul pun harus merujuk kepada Allah SWT (dalam hal ini Al-Quran), ketika hendak menetapkan hukum.
Kalau persoalannya hanya terbatas seperti apa yang dikemukakan di atas, maka jalan keluarnya mungkin tidak terlalu sulit, apabila fungsi Al-Sunnah terhadap Al-Quran didefinisikan sebagai bayan murad Allah (penjelasan tentang maksud Allah) sehingga apakah ia merupakan penjelasan penguat, atau rinci, pembatas dan bahkan maupun tambahan, kesemuanya bersumber dari Allah SWT. Sebenarnya dengan kedudukan Nabi sebagai Rasul pun sudah cukup menjadi jaminan (sesuai dengan fungsinya sebagai tasyri’) adalah harus menjadi pedoman bagi umatnya, dan seterusnya. Tetapi mereka yang keberatan, beralasan antara lain: Bahwa fungsi Sunnah itu tidak lepas dari tabyin atas apa yang dinyatakan Al-Qur’an sebagaimana penegasan Allah :
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44).
Maka apa saja yang diungkap Sunnah sudah ada penjelasannya dalam Al-Qur’an meski secara umum sekalipun. Sebab Al-Qur’an sendiri menegaskan :

مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Artinya : “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab ini.” (Al-An’am : 38)
Sebenarnya kedua pendapat itu tidak mempunyai perbedaan yang pokok. Walaupun titik tolak berpikirnya berbeda, tetapi kesimpulannya adalah sama. Yang diperdebatkan keduanya adalah soal adanya hadits yang berdiri sendiri. Apakah betul-betul ada atau hanya karena menganggap Al-Qur’an tidak membahasnya, padahal sebenarnya membahas. Seperti dalam soal haramnya kawin karena sesusuan, menurut pihak pertama adalah karena ditetapkan oleh Sunnah yang berdiri sendiri, tetapi ketetapan itu adalah sebagai tabyin/tafsir daripada ayat Al-Qur’an yang membahasnya secara umum dan tidak jelas. Mereka sama-sama mengakui tentang adanya sesuatu tersebut tetapi mereka berbeda pendapat tentang apakah Al-Qur’an pernah menyinggungnya atau tidak (hanya ditetapkan oleh Sunnah saja). Dalam kasus-kasus persoalan lain sebenarnya masih banyak hal-hal yang ditetapkan oleh Sunnah saja, yang barangkali sangat sulit untuk kita cari ayat Al-Qur’an yang membahasnya, walaupun secara umum dan global. Oleh karena itulah kita cenderung untuk berpendapat sama dengan pihak yang pertama.

4. Nabi Muhammad sebagai Sandaran Hadits.
Pada dasarnya seorang Nabi punya peran sebagai panutan bagi umatnya. Sehingga umatnya wajib menjadikan diri seorang Nabi sebagai suri tauladan dalam hidupnya.
Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang betul bahwa pada prinsipnya perbuatan Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam kehidupan. Akan tetapi kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi wilayah khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya hanya menjadi Sunnah. Lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi justru boleh bagi umatnya. Hal ini bisa kita telaah lebih lanjut dalam beberapa uraian berikut ini:
a. Boleh bagi Nabi, haram bagi umatnya
Ada beberapa perbuatan hanya boleh dikerjakan oleh Rasulullah SAW, sebagai sebuah pengecualian. Namun bagi kita sebagai umatnya justru haram hukumnya bila dikerjakan. Contohnya antara lain:
1) Berpuasa Wishal Puasa wishal adalah puasa yang tidak berbuka saat Maghrib, hingga puasa itu bersambung terus sampai esok harinya. Nabi Muhammad SAW berpuasa wishal dan hukumnya boleh bagi beliau, sementara umatnya justru haram bila melakukannya.
2) Boleh beristri lebih dari empat wanita Contoh lainnya adalah masalah kebolehan poligami lebih dari 4 isteri dalam waktu yang bersamaan. Kebolehan ini hanya berlaku bagi Rasulullah SAW seorang, sedangkan umatnya justru diharamkan bila melakukannya.
b. Yang wajib bagi Nabi, Sunnah bagi ummatnya
Sedangkan dari sisi kewajiban, ada beberapa amal yang hukumnya wajib dikerjakan oleh Rasulullah SAW, namun hukumnya hanya Sunnah bagi umatnya.
1) Shalat Dhuha’ Shalat dhuha’ yang hukumnya Sunnah bagi kita, namun bagi Nabi hukumnya wajib.
2) Qiyamullail Demikian juga dengan shalat malam (qiyamullaih) dan dua rakaat fajar. Hukumnya Sunnah bagi kita tapi wajib bagi Rasulullah SAW.
3) Bersiwak Selain itu juga ada kewajiban bagi beliau untuk bersiwak, padahal bagi umatnya hukumnya hanya Sunnah saja.
4) Bermusyawarah Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya.
5) Menyembelih kurban (udhhiyah) Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya.
c. Yang haram bagi Nabi tapi boleh bagi ummatnya
1) Menerima harta zakat Semiskin apapun seorang Nabi, namun beliau diharamkan menerima harta zakat. Demikian juga hal yang sama berlaku bagi keluarga beliau (ahlul bait).
2) Makan makanan yang berbau Segala jenis makanan yang berbau kurang sedap hukumnya haram bagi beliau, seperti bawang dan sejenisnya. Hal itu karena menyebabkan tidak mau datangnya malakat kepadanya untuk membawa wahyu.
d. Sedangkan bagi umatnya hukumnya halal, bagi Nabi hukumnya makruh.
1) Makan jengkol, petai dan makanan sejenisnya, masih halal dan tidak berdosa bila dimakan oleh umat Muhammad SAW.
2) Haram menikahi wanita ahlulkitab Karena isteri Nabi berarti umahat muslim, ibunda orang-orang muslim. Kalau isteri Nabi beragam nasrani atau yahudi, maka bagaimana mungkin bisa terjadi. Sedangkan bagi umatnya dihalalkan menikahi wanita ahli kitab, sebagaimana telah dihalalkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3.
Semua contoh di atas merupakan hasil istimbath hukum para ulama dengan cara memeriksa semua dalil baik yang ada di dalam Al-Quran maupun yang ada di dalam Sunnah Nabi SAW.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits.
Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’.
Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai : Bayan al-Taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an). Bayan al-Tasyri’ (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja). Bayan al-Nasakh (menghapus, menghilangkan, dan mengganti ketentuan yang teradapat dalam Al-Qur’an).

B. SARAN
Setelah pempelajari sumber-sumber ajaran Islam, dalil kehujjahan dan fungsi hadits diharapkan tidak lagi terjadi salah penafsiran terhadap semua hal tersebut. Karena itu, sudah seharusnya kita memperdalam ilmu pengetahuan supaya kita mampu memahami semua sumber-sumber ajaran Islam, dalil kehujjahan dan fungsi hadits tersebut.
Betapa mulianya As-Sunnah yang mempunyai kedudukan kedua menentukan hukum setelah Al-Qur’an, maka dari itu kita harus berpegang teguh kepada kedua hal ini agar kita selamat dalam dunia dan akhirat seperti hadits Nabi Saw:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم بهما
كتاب الله وسنة رسوله
(رواه الحاكم)


DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, Dr. M Alfatih, dkk, Ulumul Hadis. Yogyakarta: Teras, 2010.

Rofiah, Khusniatu.Studi Ilmu Hadits. Yogyakarya: STAIN PO Press. 2010.

Ahmad, Muhammad dan M. Mudzaki.Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2004.

Suparta, Munzier. ILMU HADITS . Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2003

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Logos, 1998

Ash Shiddieqy,1976, POKOK POKOK ILMU DIRAYAH HADITS (JILID II), Bulan Bintang, Jakarta.

Mudasir, 1999, ILMU HADIS, CV.PUSTAKA SETIA, Bandung.

www.wikipedia.com

http://4referensiku.blogspot.com

http://abdullah21.wordpress.com/2008/10/13/sumber-%E2%80%93-sumber-ajaran-islam/