Kamis, 21 April 2016

Makalah Bahasa Indonesia "Metode Kontekstual"

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Buka transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu memosisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada member informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari “menemukan diri” bukan dari “apa kata guru”. Begitu peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebagai strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari pendekatan kontekstual ?
2. Bagaimana perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional ?
3. Bagaimana cara penerapan pendekatan kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ?
4. Bagaimana strategi implementasi pendekatan kontekstual ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami pengertian dari pendekatan kontekstual.
2. Mengetahui perbedaan dari pendekatan kontekstual dan pendekatan tradisional.
3. Memahami cara penerapan pendekatan kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Mengetahui strategi implementasi pendekatan kontekstual.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN KONTEKSTUAL
1. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Elaine B. Johnson. Berpendapat bahwa Contextual  Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural). CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Depdiknas, 2002:5).
Dari batasan di atas, dapat ditarik dua hal pokok, yakni mengenai peran guru dan peran siswa dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus meyakini bahwa yang mereka pelajari itu berguna sebagai bekal hidup mereka. Sekaitan dengan itu, di sisi lain, guru harus menjadi fasilitator yang membimbing siswa untuk dapat menemukan sendiri hal-hal yang seharusnya mereka temukan. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus memposisikan diri sebagai diri sendiri yang sedang mencari bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, guru berperan sebagai pengarah dan pembimbing.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual.
Karakteristik Pembelajaran CTL antara lain :
a. Kerjasama.
b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem.
c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
d. Saling menunjang.
e. Menyenangkan, tidak membosankan.
f. Belajar dengan bergairah.
g. Pembelajaran terintegrasi.
h. Menggunakan berbagai sumber.
i. Siswa aktif.
j. Sharing dengan teman.
k. Siswa kritis guru kreatif.
l. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
m. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, karangan siswa dan lain-lain.

3. Lima Elemen Belajar Kontekstual
Menurut Zahorik (1995 dalam Direktorat PLP Depdiknas, 2003) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual , yaitu :

a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
b. Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari keseluruhan dulu, kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan, yaitu dengan cara menyusun : (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan, (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

4. Komponen Kontekstual
a. Kontruktivisme (Constructivism)
Contructivism merupakan landasan berfikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Landasan berfikir kontruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan kontruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :
1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
2) Member kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk kegiatan pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya.
- Siklus inquiri :
1) Observation
2) Questioning
3) Hipotesis
4) Data gathering
5) Conclusion.
- Langkah-langkah kegiatan menemukan (inquiry) :
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainnya
4) Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.

c. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1) Menggali informasi baik administrasi maupun akademis
2) Mengecek pemahaman siswa
3) Membangkitkan respon kepada siswa
4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community
Dalam kelas CTL, guru disarankan agar selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Praktik metode ini dalam pembelajaran terwujud dalam :
1) Pembentukan kelompok kecil
2) Pembentukan kelompok besar
3) Mendatangkan ahli ke kelas
4) Belajar dengan kelas sederajatnya
5) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
6) Bekerja dengan masyarakat.

e. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan, dan sebagainya. Atau guru memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Contoh itu, disebut sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapainya.

f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan baru yang diterimanya.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa :
Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
Catatan atau jurnal di buku siswa
Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
Diskusi
Hasil karya.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran.
Karena assessment menekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran. Karakteristik authentic assessment :
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
Yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta
Berkesinambungan
Terintegrasi
Dapat digunakan sebagai feed back.


B. PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN TRADISIONAL
Terlihat jelas perbedaan proses pembelajaran kontekstual yang berpijak pada pandangan kontrukstivisme dengan pembelajaran tradisional yang berpijak pada pandangan behaviorisme-objektivis.  Menurut Sanjaya (2006 : 256). Ada beberapa perbedaan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

No PENDEKATAN CTL PENDEKATAN TRADISIONAL
1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi Siswa belajar secara individual
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4 Perilaku dibangun atas dasar kesadaran diri Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan
5 Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian (angka) rapor
7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan
9 Pemahaman siswa dikembangkan atas dasar yang sudah ada dalam diri siswa Pemahaman ada di luar siswa, yang harus diterangkan, diterima, dan dihafal
10 Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa pemahaman masing-masing dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima rumusan atau pemahaman (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
11 Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia
12 Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang. Bersifat absolut dan bersifat final
13 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
14 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa
15 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara : proses, bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll. Hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes
16 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
17 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
18 Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik
19 Berbasis pada siswa Berbasis pada guru
20 Seseorang berperilaku baik karena ia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan


C. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL dalam PBSI
Karya sastra diciptakan untuk dinikmati. Dengan demikian, pembelajaran sastra harus membimbing siswa untuk dapat menikmati karya sastra. Tugas pertama guru sastra adalah membangkitkan minat siswa untuk membaca dan menikmati karya sastra.
Apabila siswa hanya diajak berpikir tentang teori sastra, mereka boleh jadi menganggap karya sastra itu hanya mengandung kerumitan yang susah dicerna oleh pikiran mereka. Jika seperti itu, pembelajaran sastra menjadi terasa memberatkan dan membosankan yang akhirnya tidak mereka sukai.
Siswa harus diajak pada pengalaman bersastra. Pegalaman di sini dimaksudkan sebagai kegiatan respons yang utuh dari jiwa manusia ketika kesadarnnya bersinggungan dengan relitas, yakni sesuatu yang dapat merangsang atau menyentuh kesadaran manusia, baik yang ada di dalam maupun yang ada di luar dirinya. Disebut respons yang utuh karena tidak hanya meliputi kegiatan pikiran atau nalar, tetapi juga menyangkut perasaan dan imajinasi (Sumardjo dan Saini: 1997: 10).
Untuk membawa para siswa pada pengalaman bersastra, guru harus memiliki pengalaman menikmati karya sastra. Pada saat membaca karya sastra, guru sastra harus memiliki kesadaran penuh dengan dibekali pedekatan pengkajian agar dapat memilih karya sastra yang layak untuk para siswanya. Guru harus mampu memilih karya sastra yang tepat untuk siswanya tinjau dari segi intra-estetika dan ekstra-estetika. Yang dimaksud dengan unsur intra-estetika ialah segala hal yang dapat memuaskan kepekaan estetika para siswa yang terdapat dalam karya sastra. Sementara, yang dimaksud dengan unsur ekstra-estetika ialah nilai-nilai moral yang agung yang terkandung dalam karya sastra tersebut yang dapat dijadikan bahan renungan mereka dalam mengebangkan kepribadiannya.
Uraian di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa guru sastra haruslah orang yang betul-betul berminat terhadap karya sastra, di samping juga harus memiliki kegairahan untuk memperkenalkan karya sastra kepada para siswa denngan cara yang tepat. Tanpa bekal pokok ini, guru hanya akan membawa para siswa pada teori sastra yang ditawarkan di berbagai buku sumber tanpa pelibatan jiwa yang utuh yang meliputi pikiran, perasaan, dan imajinasi.

1. PEMBELAJARAN PUISI
Persoalan pertama yang dihadapi guru yang hendak melaksanakan pembelajaran puisi adalah minat siswa yang rendah terhadap apresiasi puisi. Mengapa siswa tidak menyukai puisi kalau puisi itu dapat memuaskan daya estetis mereka? Pada pengalaman pertama mereka berkenalan dengan puisi, mereka mungkin dihadapkan pada deretan kata yang tidak bisa dimengerti sementara mereka berhadapan pula dengan tugas-tugas pikiran yang rumit berkenaan dengan puisi tersebut. Mereka masuk dari pintu teori yang dipaksakan.
Apabila para siswa memang memiliki minat yang rendah terhadap puisi, sangat bijaksana apabila mereka dilibatkan pada proses interaksi dengan bahan-bahan puitis yang menyangkut minat mereka, misalnya teks lagu-lagu yang puitis. Sangat banyak lagu populer yang liriknya memiliki unsur-unsur yang mendekati estetika puisi. Kedekatan estetis itu, misalnya berkaitan dengan: tema, perasaan, suasana, amanat, diksi, kata kongkret, rima, irama, majas, pencitraan, dan tipografi.
Sejenak mereka diajak menikmati lagu dalam nyanyian bersama yang diiringi musik yang mereka mainkan sendiri. Atau suara penyanyi aslinya dan mereka diminta untuk mengikutinya. Lalu, mereka diminta untuk menyampaikan perasaan dan pikiran mereka mengapa mereka menyukai lagu tersebut. Biarkan mereka menyampaikan tanggapannya tentang lagu, musik, dan mungkin juga tentang liriknya. Mulailah dengan diskusi di dalam kelompok kecil. Ajak mereka untuk berinteraksi dengan penggunaan bunyi, kata, pencitraan, dan majas dalam lirik lagu tersebut yang memiliki kemiripan dengan penggunaannya dalam puisi yang sesungguhnya.
Pada tahap berikutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan hasil penghayatan terhadap puisi yang dibacanya dengan cara membacakan puisi itu di depan kelas. Pada proses ini para siswa dalam learning community yang nyata. Bentuklah kelompok-kelompok diskusi. Mereka bertukar pikiran mengenai hasil interaksinya dengan puisi yang sama. Mereka menyimak respon temannya yang mungkin mengukuhkan tanggapannya sendiri atau menggugurkan keyakinannya dan menggantinya dengan tanggapan baru yang lebih mereka yakini.

2. PEMBELAJARAN PROSA FIKSI
Seperti halnya pada pembelajaran puisi, siswa sebaiknya diberi kesempatan langsung berinteraksi dengan dongeng, cerpen, atau novel. Mereka harus membacanya sendiri dengan penuh kenikmatan, tanpa harus dibebani dulu dengan berbagai pertanyaan yang dapat mengganggu keasyikan mereka ketika membacanya.
Setelah membaca cerpen yang kita pilih untuk mereka, barulah mereka diajak untuk mengemukakan responnya terhadap cerpen tersebut. Mereka lebih baik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang anggotanya sedikit agar interaksinya lebih hidup dan setiap anggota memiliki kesempatan yang leluasa untuk mengemukakan tanggapannya. Guru dapat mengajukan pertanyaan yang dipertimbangkan dapat membawa mereka pada temuan fakta yang dapat dirumuskan.
Sebelum diajukan pertanyaan baru yang terlalu banyak, sebaiknya setiap kelompok mempresentasikan dahulu tanggapannya. Setiap anggota kelompok, sebaiknya bergiliran untuk menjadi wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Di samping membaca, pembelajaran cerpen dapat berupa menulis cerpen, membacakan cerpen, mengubah cerpen menjadi drama, atau mendramatisasikan cerpen. Pelatihan menulis cerpen dapat berupa kegiatan: menyelesaikan cerita, menceritakan kembali, menerjemahkan, atau mengubah sudut pandang. Sebagai contoh, proses penulisan cerpen dengan mengubah sudut pandang. (Dalam pembelajaran kontekstual pemberian contoh (pemodelan) merupakan suatu keharusan).
Ajak mereka memberikan tanggapan pribadinya dalam kelompok kecil. Proses inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, dan refleksi dapat dilakukan dalam kelompok kecil ini. Guru sebaiknya mengamati mereka sambil mencatat kemajuan mereka dalam memberikan tanggapan apresiatifnya sebagai pelengkapan data penilaian autentik.
Strategi pembelajaran seperti ini dapat juga diterapkan untuk pembelajaran dongeng, novel, dan drama. Prinsipnya, mereka diajak untuk berinterkasi langsung dengan dongeng, cerpen, novel, dan drama. Kemudian mereka mengemukakan tanggapan nya mengenai bahan-bahan yang telah mereka baca.
Pada bagian akhir, bisa saja kita menyajikan teori yang diambil dari buku, tetapi dengan cara yang membuat mereka semakin percaya diri dan bangga pada hasil temuannya. Perkenalkan teori-teori yang belum mereka rumuskan sambil mengajak mereka untuk menemukan fakta-fakta di dalam teks yang mereka baca.


D. STRATEGI IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen pendekatan kontekstual, beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual, antara lain sebagai berikut :
1. Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berfikir secara kritis dalam memecahkan maasalahyang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.
2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks lingkungan siswa, antara lain di sekkolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar, dan materi pembelajaran.
3. Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih memerhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri.
5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khussus untuk menjadi guru tamu.hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan.
6. Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Jhonson (2002 : 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.


BAB III
PENUUTUP

A. KESIMPULAN
Sesuai dengan pembahasan maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :  Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran komprehensif yang menghubungkan langsung antara materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata di mana siswa berada. Melalui pembelajaran kontekstual, siswa dapat lebih aktif dan kreatif, dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna, dapat menguasai materi secara mendalam dan luas, serta mengetahui aplikasinya secara langsung dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Tujuh elemen penting, yaitu: penemuan (inquiry), pertanyaan (questioning), konstruktivistik (constructivism), pemodelan (modeling), masyarakat belajar (learning community), penilaian autentik (authentic assessment), dan refleksi (reflection).
Peran guru dalam pembelajaran kontekstual sangat penting, terutama dalam merancang skenario semua aktivitas pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Aktivitas guru dalam pembelajaran lebih pada mengarahkan semua aktivitas siswa untuk belajar secara langsung sesuai komponen-komponen pembelajaran kontekstual, sehingga guru cenderung sebagai fasilitator.

B. SARAN
Sebagai mahasiswa dan calon pendidik, kita wajib mengetahui bahan informasi tentang konsep pembelajaran kontekstual, bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan efektivitas penerapan pendekatan kontekstual di dalam kelas, serta dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.



DAFTAR PUSTAKA

Kunandar, S.Pd, M.Si. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Rajawali Pers.
Muslich Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta :Kencana
http://file.upi.edu/direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196606291991031-DENNY_ISKANDAR/PENDEKATAN_KONTEKSTUAL_SMP.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar