BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan peradaban, terjadilah evolusi budaya yang menyebabkan beberapa problematika yang harus kita kaji dan pikirkan bersama solusinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat manusia sebagai makhluk berbudaya?
2. Apa saja problematika manusia sebagai makhluk berbudaya?
C. Tujuan
1. Mengetahui lebih dalam hakikat manusia sebagai makhluk berbudaya.
2. Mengetahui problematika yang bergulir berkaitan dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
3. Mengetahui dan merancang solusi dari problematika yang timbul berkaitan dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah, manusia diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
B. Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) = tsaqafah ( bahasa Arab), berasal dari perkataan latin: “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembanglan arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan bahwa, kata budaya adalah suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Adapun pengertian kebudayaan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski : mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah ”Cultural-Determinism”.
2. Herskovits : memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai ”superorganic”.
3. Menurut Andreas Eppink : kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
4. Menurut Edward Burnett Tylor : kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
5. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi : kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang kongkrit maupun yang abstrak, itulah kebudayaan.
C. Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Berbudaya merupakan kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu, manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi. Disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi semua makhluk Tuhan.
Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan manusia yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang mampu mendukungnya. Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan. Kroeber dan Kluckholn (1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip.
Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan beradaptasi dengan apa yang telah dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
Kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang, bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang.
Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, pikiran, kemauan dan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Hakikat kodrat manusia itu adalah :
1. Sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa).
2. Sebagai makhluk sosial yang terikat pada lingkungan (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam), dan
3. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat kodratinya.
Hakikat kodrati manusia tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo faber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat (homo socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha (homo economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious), sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk pada hukum alam.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Kebudayaan yang diciptakan dan dimiliki oleh manusia mencerminkan pribadi manusia sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna diantara yang lainnya. Kebudayaan yang terus berkembang di kehidupan bermasyarakat dapat menjadi suatu tolak ukur dalam melihat betapa berbudayanya masyarakat di dalam suatu Negara.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
D. Masalah Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia saat ini sudah mulai luntur. Contoh Kebudayaan tersebut adalah Batik, wayang, tari, dan lain-lain. Padahal Indonesia memiliki ratusan bahkan ribuan budaya yang ada. Orang Indonesia pada zaman sekarang jarang yang menggunakan budaya tersebut. Umumnya mereka tak suka karena hal tersebut kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Remaja pun sudah jarang yang suka budaya Indonesia dan keseniannya.
Banyak Sekali penyebab yang menjadikan orang Indonesia jarang menyukai kebudayaan Indonesia, antara lain:
1. Arus Globalisasi.
Masyarakat Indonesia sudah terpengaruh globalisasi dan cenderung meninggalkan kebudayaannya.
2. Budaya Barat yang masuk ke Indonesia.
Padahal budaya barat di Indonesia sangat tidak cocok dengan adat istiadat di Indonesia.
3. Kurangnya kesadaran dari Masyarakat Indonesia.
Disini, masyarakat masih kurang sadar terhadap kebudayaan Indonesia sendiri yang sudah mulai luntur.
Sementara juga banyak solusi untuk mencengah budaya tersebut agar tidak luntur akibat pengaruh globalisasi:
1. Pihak Pemerintah untuk memfilter atau menyaring budaya barat yang masuk ke Indonesia.
2. Masyarakat berusaha mengembangkan dan melestarikan budaya sendiri sehingga tidak luntur karena arus modernisasi.
3. Masyarakat Indonesia harus pandai memilih dan menggunakan budaya Indonesia.
Oleh Karena itu, marilah mulai dari dini kita kembangkan budaya Indonesia supaya tidak luntur oleh modernisasi dan di klaim oleh Negara lain sehingga budaya kita tidak akan pernah berkurang atau luntur.
E. Terbentuknya Kebudayaan
Suatu ketentuan yang tidak dapat disangkal adalah bahwa manusia merupakan makhluk budaya, dalam arti dengan seluruh potensi yang dimiliki, ia mampu melahirkan cipta, rasa, dan karsa. Inilah yang paling menarik perhatian para pemikir, baik dari kalangan umum maupun dari kalangan Islam. Dengan behavioral science, mereka melakukan analisis psikologis terhadap tingkah laku manusia guna memperoleh kejelasan terhadap kerja cipta, rasa, dan karsa, melauli beberapa aspek antara lain: cognitive dan emosi. Dari penelitian tersebut didapat berbagai potensi yang terdapat pada manusia sejak ia dilahirkan.
Pada saat diciptakan, manusia dilengkapi dengan empat fitrah (dorongan) yang menjadi potensi bagi pengembangan budaya. Dari keempat dorongan itu manusia mampu menciptakan budaya sebagai pengejawantahan dari cipta, rasa, dan karsa.
Dorongan-dorongan itu ialah:
1. Dorongan Naluri (hidayah fitriyah).
Sejak dilahirkan, manusia menampakkan gejala-gejala sebagai pertanda bahwa dia adalah makhluk berbudaya, antara lain terlihat pada saat lapar ataupun haus, ia mengeluarkan suara tangisan dan pada saat disusui ibunya, ia mampu menghisap air susu ibu tersebut tanpa ada yang mengajarinya. Gejala yang disebut juga dengan instinct inilah yang mendasari penciptaan budaya, meskipun dalam bentuk prima. Potensi naluri yang terdapat pada diri manusia secara natural ini, dimiliki juga oleh binatang dan tumbuh-tumbuhan.
2. Dorongan Indrawi (hidayah hissiyah).
Di samping naluri, manusi juga diberi kemampuan menerima rangsangan dari luar seperti panas ataupun dingin, bunyi-bunyian, pemandangan yang indah, bau-bauan, dan manis atau pun asin dengan perantara panca indera, yaitu: alat peraba, pendengar, pengelihat, pencium, dan perasa. Berbagai budaya yang berupa bunyi-bunyian, bentuk-bentuk pemandangan, peralatan, dan sebagainya adalah hasil tiruan manusia dari apa yang dapat ditangkap oleh pancainderanya.
3. Dorongan Akal (hidayah 'aqliyah).
Dengan potensi berfikir, daya khayalnya manusia mampu melakukan apresiasi (apperception), dan menyalurkan apresiasinya melalui cipta, rasa, dan karsa. Dari kemampuan akal ini, manusia mampu membuat alat untuk memudahkan keperluannya, dari yang sederhana sampai yang canggih. Sehingga oleh orang Barat disebut dengan the tool making animal (makhluk pembuat alat). Makin tinggi daya kreasi manusia, makin canggih pula bentuk budaya materialnya. Melalui daya ciptanya, manusia mampu melahirkan gambaran bunyi yang mengandung arti tertentu untuk berkomunikasi dengan sesamanya atau dengan makhluk yang lain.
Sehingga oleh para filosof disebut dengan zoon politicon atau dalam bahasa Arab disebut al-hayawan al-Atiq (makhluk yang berbicara).
4. Dorongan Religi (hidayah diniyah).
Menurut sifatnya, manusia adalah makhluk beragama, atau disebut dengan istilah homo-relegiosi. Dengan berpedoman pada agama, manusia dapat memperhalus budinya, sehingga ia bisa menjelaskan tugasnya sebagai Master of the World/ khalifatullah di muka bumi ini.
Berdasarkan potensi yang ada pada manusia tersebut, pembentukan budaya dapat dibagi menjadi empat fase:
a. Fase Instinctiv: Fase di mana dorongan pembentukan budaya itu semata-mata timbul dari naluri.
b. Fase Inderaw: Fase pembentukan budaya yang didorong oleh hasil penginderaan manusia pada alam sekitar.
c. Fase Akal: Fase di mana manusia membentuk budayanya dengan jalan menggunakan kekuatan pikirannya serta imajinasinya, sehingga mampu menciptakan budaya.
d. Fase Religi: Bimbingan wahyu, bisikan yang dirasakan datangnya dari Maha Pencipta, sehingga memberikan dorongan bagi manusia untuk melengkapi hasil budayanya dengan nilai keagamaan.
F. Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan yaitu untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap jika akan berhubungan dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya.
Kebudayaan berfungsi sebagai:
1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok.
Contoh: norma. Norma adalah kebiasaan yang dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tersebut sehingga tingkah laku masing-masing bisa diatur. Norma sifatnya tidak tertulis dan berasal dari masyarakat. Maka apabila dilanggar, sangsinya berupa cemoohan dari masyarakat.
2. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya.
Contoh: kesenian.
3. Melindungi diri kepada alam.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
4. Pembimbing kehidupan manusia
5. Pembeda antar manusia dan binatang
G. Perubahan dan Penetrasi Kebudayaan
Perubahan sosial budaya adalah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
1. Tekanan kerja dalam masyarakat
2. Keefektifan komunikasi
3. Perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
1. Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Contoh: bentuk bangunan Candi Borobudur, merupakan perpaduan kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India.
2. Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak.
Contoh: masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
H. Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan, dan adanya budaya dari luar yang terkadang kita langsung menerima dan menerapkan pada diri dan kehidupan kita tanpa berfikir panjang dengan resiko efek ke kebudayan kita sendiri. Ini lah beberapa contoh problematika kebudayaan:
1. Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Dalam hal ini, kebudayaan tidak dapat bergerak atau berubah karena adanya pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang sangat kental, karena kuatnya kepercayaan sekelompok orang dengan kebudayaannya mengakibatkan mereka tertutup pada dunia luar dan tidak mau menerima pemikiran dari luar walaupun pemikiran yang baru ini lebih baik dari pada pemikiran mereka.
2. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi atau sudut pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi dan sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
3. Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar cendrung memiliki ilmu pengetahuan yang terbatas, mereka seolah-olah tertutup untuk menerima program-program pembangunan.
4. Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa sehingga menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
5. Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentris adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsa sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap seperti ini akan memicu timbulnya pertentangan-pertentangan suku, ras, agama, dan antar golongan. Kebudayaan yang beraneka ragam yang berkembang disuatu wilayah seperti Indonesia terkadang menimbulkan sikap etnosentris yang dapat menimbulkan perpecahan.
6. Pewarisan kebudayaan.
Dalam hal pewarisan kebudayaan bisa muncul masalah antara lain, sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
7. Perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regress (kemunduran) bukan progress (kemajuan), perubahan bisa berdampak buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan diluar kendali manusia.
8. Penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah, masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat kuatnya budaya asing yang masuk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Kebudayaan adalah sesuatu yang memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Fungsi kebudayaan yaitu untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap jika akan berhubungan dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Problematika kebudayaan timbul akibat globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia.
B. Saran
Makalah ini berisi materi dari kajian pustaka yang bertujuan untuk menambah wawasan dan sebagai acuan dalam pembelajaran. Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana manusia yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Djoko Widagdo, dkk. 2003. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Drs. Joko Tri Prasetya, dkk. Ilmu Budaya Dasar. Rineka Cipta
http://felixdeny.wordpress.com/2011/03/11/masalah-kebudayaan-indonesia/
http://elvapuspita07.blogspot.com/2011/05/perubahan-sosial-budaya-dan-penetrasi.html
http://indahnya---berbagi.blogspot.com/2013/11/wujud-dan-fungsi-kebudayaan.html